Sabtu, 07 April 2012

☼Makna Kematian Kristus☼




Salib sebagai simbol Kekristenan memang mulai menjadi lambang yang penting ketika salah satu kaisar Romawi yang besar bernama Konstantin bertobat dan menjadikan Kekristenan menjadi agama Negara. Konstantin menjadi menjadi Kristen sesudah mengalami satu peristiwa pada waktu dia pergi berperang, di dalam satu malam dia bermimpi melihat satu symbol di langit dan simbol itu menurut kesaksian Konstantin sendiri adalah simbol salib. Dan di bawah salib itu terdapat kalimat ‘pakailah ini, engkau akan memperoleh kemenangan.’ Karena mimpi itulah membuat seorang kaisar yang sama sekali tidak percaya Tuhan akhirnya menjadi Kristen dan dia merasa Tuhan itu betul-betul Tuhan yang hidup karena Dia membuat segala peperangan yang dia jalankan itu dengan kemenangan. Sebelumnya beberapa lambang yang menjadi simbol Kekristenan memang muncul, khususnya di katakomb tempat kuburan orang-orang Kristen di bawah tanah, ada salah satu lambang yang cukup populer yaitu lambang ikan, yang dalam bahasa Yunani adalah ‘ICHTHUS’ yang bisa menjadi singkatan dari kalimat Yesus Kristus, Anak Allah, Juruselamat. Lalu lambang yang juga sering muncul adalah lambang gembala menggendong anak domba. Salib adalah message dari Kekristenan yaitu salib Tuhan menjadi sentral kehidupan kita. Padahal kalau kita lihat di dalam budaya orang Romawi, bahkan juga di dalam tradisi orang Yahudi, salib adalah lambang kutukan dan kekejian. Salib itu merupakan satu hukuman mati yang diambil oleh pemerintah Romawi dari satu suku barbar di daerah Timur Tengah yang sangat cruel sekali. Salib adalah satu cara hukuman mati yang bertujuan supaya orang terhukum itu mati selambat mungkin. Sehingga saking cruelnya di dalam aturan pemerintah Romawi, seorang warganegara Romawi tidak boleh dihukum salib. Jadi yang dihukum dengan salib itu adalah penjahat besar, pencuri, pemberontak dan pemimpin dari satu suku yang melawan pemerintah Romawi. Tujuannya, dengan melihat penderitaan seperti itu orang tidak berani melawan pemerintah Romawi. Alkitab mencatat “terkutuklah dia yang mati di atas pohon.” Dari situ kemudian orang Yahudi mempunyai konsep orang yang mati di kayu salib memang itu tanda Tuhan tidak memberkati dia. Tetapi justru Tuhan Allah menjadikan lambang yang dihina oleh manusia itu menjadi lambang kemenangan orang Kristen.
Uniknya, dalam sejarah hidup manusia kita menemukan banyak konsep yang berbeda- beda pada waktu bicara mengenai bagaimana hidup manusia sesudah melewati kematian. Satu, konsep dari Hinduisme yaitu konsep mengenai Reinkarnasi. Kalau memang mau dieksplorasi terus, maka setiap kita yang ada di sini pernah hidup sebelumnya dan kehidupan sebelumnya akan tergantung dari kehidupan sebelumnya, demikian seterusnya, ditentukan dari berapa besar merit, pahala dan apa yang mereka lakukan selama hidup. Kalau ditanya apakah sdr pernah punya kesadaran seolah-olah pernah mengalami sesuatu atau hadir di satu tempat tertentu, yang namanya “déjà vu” yaitu satu konsep yang ingin menggambarkan hal ini. Kenapa pengalaman déjà vu bisa terjadi? Lalu orang mengkaitkan pengalaman ini dengan kehidupan sebelumnya. Yang kedua, kalau memang pernah ada kehidupan sebelumnya yang menentukan stage kehidupan apa yang sdr alami, maka dari situ kita menemukan menjadi lebih ketat lagi akhirnya muncul konsep tidak mau membunuh binatang, vegetarian, dsb, karena takut itu ada kaitan dengan proses reinkarnasi ini. Kalau seandainya demikian bagaimana kehidupan binatang setelah dia mati, di kehidupan yang akan datang apakah dia akan menjadi orang? Lalu apakah orang yang selama hidup ini jahat lalu akan menjadi apa nantinya? Lalu yang selama menjadi manusia hidupnya baik, kemudian sesudah ini menjadi anak rajakah? Itu menjadi satu proses yang kita tidak tahu. Reinkarnasi menjadi salah satu konsep yang ada di dalam hidup manusia yang ingin menjawab apa yang akan terjadi nanti di depan kita. Yang kedua, dalam kebudayaan kuno khususnya kebudayaan Cina kita menemukan satu konsep hidup di sana harus sama dengan hidup di sini, rumah di sana dibuat seperti rumah di sini, mobil di sana dibikin sama seperti di sini. Akhirnya parabola, teve plasma, dsb dibuat semirip mungkin untuk dikirim ke sana. Kita masuk ke dalam wilayah soal kepercayaan yang mungkin tidak rasional dan membuat orang Barat tertawa. Tetapi kita juga tertawa melihat orang Barat yang pergi ke cenayang, masih percaya kartu tarot, sama irasionalnya, bukan? Barat memang mengalami kemiskinan memahami hal itu, sehingga akhirnya muncul orang-orang seperti Jonathan Edward dengan show “Crossing Over” dimana penonton harus waiting list dan membayar $600 untuk bertanya bagaimana kabar kerabatnya “di sana.” Akhirnya yang didapat hanya kalimat pamanmu, nenekmu, dsb baik-baik saja, mereka bahagia dan ingin kamu di dunia ini juga bahagia. Yang ketiga, konsep mengenai hidup sesudah mati yang diberikan oleh Kekristenan. Di sini kita ingin melihat hal itu dengan jelas pada waktu Yesus bicara di dalam perjamuan kudus, bukan saja konsep keselamatan penting di situ, tetapi bagaimana Dia memberikan the interpretation of death di dalam perjamuan terakhir ini.
Mari kita melihat bagian ini dengan melihat dua ayat terlebih dahulu. Yoh.6:53-55 dan Rom.6:23. “Sebab upah dosa adalah maut tetapi kasih karunia adalah hidup kekal di dalam Yesus Tuhan Kita..” The penalty of sin is death but the reward is eternal life for those who believe in Jesus Christ.
Anthony Hoekema, seorang teolog Reformed mengatakan di sini kita harus memahami perbedaan konsep antara kematian di dalam wilayah humanity dan kematian di dalam wilayah mahluk lain. Di dalam kitab Kejadian ditulis Tuhan menciptakan bumi dan alam semesta ini selama enam hari. Ada yang menafsir satu hari di sini hurufiah 24 jam. Ada yang mengatakan hari di sini menyatakan satu periode waktu yang panjang. Anthony Hoekema mengambil sikap itu. Maka sebelum Allah menciptakan manusia, Allah menciptakan binatang dan tumbuhan dulu. Dan penemuan fosil yang ada memberitahukan bahwa sebelum manusia ada, kematian sudah terjadi di dalam dunia binatang dan tumbuhan sebagai satu proses natural, peristiwa alam. Kematian yang menimpa manusia kita memang tidak bisa mengabaikan proses alam ini, bahwa kita akan menjadi tua dan secara alamiah akan mati. Tetapi Alkitab memberitahukan kita kematian tidak menjadi relasi dengan manusia semata-mata sebagai satu relasi natural. Ada orang yang mengatakan someday kita akan mati, that’s it. Di sini Kekristenan memberikan satu dimensi yang lain pada waktu kita bicara mengenai kematian. Kematian bukan merupakan keinginan Tuhan dari awalnya, sebab pada waktu Adam dan Hawa dicipta Tuhan memberi peringatan jangan memakan buah pohon pengetahuan baik dan jahat supaya mereka tidak mati. Di situ mati dikaitkan dengan ketidaktaatan manusia. Rom.6 kemudian mengatakan the penalty of sin is death. Jelas sekali kematian tidak boleh hanya dimengerti sebagai proses alamiah. Alkitab mengatakan kematian itu memiliki dimensi spiritual, berkaitan dengan hubungan kita dengan Tuhan. Alkitab mengatakan mati datang ke dalam hidup manusia bukan menjadi intention Allah pada mulanya. Itu datang oleh karena manusia berbuat dosa. Kematian adalah hukuman karena dosa manusia. Jadi kalau sdr bertanya seandainya waktu itu Adam dan Hawa tidak makan buah pohon pengetahuan baik danjahat, apakah kita akan mati sekarang? Ada satu ayat penting untuk menjawab ini, 1 Tes.4:16-17 kematian bukan natural event, ini merupakan hukuman dosa. “Sebab pada waktu tanda diberi… maka Tuhan sendiri turun dari surga dan mereka yang mati dalam Kristus akan bangkit terlebih dahulu. Sesudah itu yang percaya tetapi masih hidup, kita langsung diubah…” Jadi waktu Yesus datang, orang yang sudah mati akan bangkit mendapat tubuh kemuliaan. Yang sudah mati di dalam Tuhan, tubuhnya dikubur di dalam tanah, dan rohnya –seperti kata Tuhan Yesus kepada penjahat di sebelahNya- akan bersama Tuhan di Firdaus. Sebagai manusia kita dicipta memiliki tubuh dan roh dan Tuhan tidak merubah hal ini. Setelah sampai di surga, kita menunggu satu hari kebangkitan tubuh kita kembali. Tetapi tubuh kita yang sudah lebur dalam sekejab akan bangkit menjadi tubuh kemuliaan dan roh kita kembali bersatu dengan tubuh itu. Tubuh itu tidak akan mati kembali, itulah tubuh kemuliaan. Sedangkan yang masih hidup pada waktu Yesus datang kembali tidak mengalami proses kematian, dia akan diubahkan dari tubuh yang fana menjadi tubuh kemuliaan. Dari situ kita bisa menemukan konsep kematian itu bukan God’s original intention. Maka seandainya Adam dan Hawa tidak makan buah pohon pengetahuan baik dan jahat, maka pada saat itu dia akan mendapatkan tubuh kemuliaan. Tetapi karena keberdosaan manusia, peristiwa kebangkitan itu menunggu sampai Kristus datng kali kedua. Hal ini menjadi penting sebab mengapa pada waktu di dalam perjamuan terakhir Yesus meminta kita melihat apa arti kematian di situ. Waktu kita makan dan minum roti dan anggur ini Yesus mengatakan engkau sedang memakan roti dan meminum anggur yang melambangkan tubuh dan darah Yesus yang dicurahkan di atas kayu salib.
Salib menjadi pusat Kekristenan sebab salib tidak bisa dilepaskan dengan konsep Kristus yang harus mati di kayu salib. Kristus harus mati di kayu salib bukan saja oleh karena dosa-dosa kita, tetapi Alkitab mengatakan ini adalah rencana dan kehendak Allah dari awalnya, bagaimana menebus dan menyelamatkan engkau dan saya. Salib menjadi satu batu sandungan yang tidak gampang kita pahami.
Budaya Barat sudah rusak di dalam konsep kematian, pengampunan dan penebusan, dirusak oleh Sigmund Freud pada waktu dia mengatakan guilt yang diciptakan di dalam agama adalah ‘pathological guilt.’ Jadi orang yang merasa bersalah dan berdosa akibat ditekankan oleh agama itu adalah satu sakit jiwa. Saya setuju separuh pernyataan dia, karena di dalam kehidupan ini ada dua macam guilt yang salah, yaitu false guilt, selalu merasa bersalah termasuk akan hal-hal yang bukan dia lakukan. Itu rasa bersalah yang salah. Satu lagi adalah false innocence, feeling good terhadap perbuatan salahnya. Itu yang pathological bagi saya. Tetapi Alkitab mengatakan ada fakta Yesus mati karena bukan proses alamiah melainkan karena dosa manusia.
Seorang filsuf Perancis mengatakan, Tuhan boleh menjadi Tuhan asal Dia melakukan pekerjaannya untuk mengampuni manusia. Kalau Tuhan tidak sanggup lagi mengampuni kita, let Him quit. Dia mengatakan demikian karena dia bingung dengan konsep Kekristenan mengapa Allah mengampuni manusia harus melalui kematian Yesus. Itu cruel. Kita manusia bersalah kepada orang lain, waktu kita minta maaf dia mengampuni, tidak perlu ada korban. Tetapi kenapa Tuhan perlu seperti itu?
Ada dua hal yang ingin saya angkat menjawab hal ini. Pertama saya kutip dari Anselmus yang mengatakan kalau ada orang yang mengatakan kalimat seperti di atas, berarti dia tidak mengerti betapa kudusnya, betapa sucinya Tuhan, yang tidak sanggup untuk bisa melihat dosa manusia. Dan orang itu tidak memahami betapa bobroknya dosa manusia. Kedua, Yesus harus mati di kayu salib bagi kita untuk menjadi pengampunan bagi kita. Ini bukan hasil interpretasi kita melainkan perkataan Yesus sendiri. Perjamuan Kudus bukan hasil interpretasi orang Kristen. Perjamuan Kudus adalah perintah Yesus sendiri untuk mengingat Dia mati untuk pengampunan dosa kita. Sebab berdosa itu bukan soal private matters, itu bukan soal menyinggung hati Tuhan. Berbuat dosa adalah legal matters. Kalau itu soal hukum, Tuhan sendiri memberi hukum, Tuhan sendiri mematuhi hukum yang Dia buat: upah dosa adalah maut. Kalau upah dosa adalah maut dan Tuhan yang memberi hukum itu adalah Tuhan yang tidak akan melanggar hukum itu. Itu sebab untuk mengasihi kita, melepaskan kita dari kuasa dosa, Dia harus membereskannya. Jadi kita berbuat dosa bukan membuat Tuhan tersinggung dan tidak mau ampuni. Bukan soal itu, tetapi soal upah dosa itu maut, Dia tidak mau engkau dan saya mati, maka Dia menanggung dosa kita.
Yang kedua, saya mau mengajak sdr melihat perjamuan kudus dengan mengkaitkannya kepada Kej.15. Di dalam perjamuan terakhir Yesus mengatakan “Minumlah cawan ini karena ini adalah darah perjanjian baru…” Ini penting, karena saya mau membawa sdr melihat sebelum ini berarti ada “perjanjian yang lama”. Dimana perjanjian yang lama itu? Catatan pertama muncul secara jelas adalah waktu Tuhan berjanji dengan Abraham, itu terjadi di Kej.15 ini. Dan di dalam perjanjian pertama ini muncul ‘hint’ dimana Tuhan berinisiatif untuk mengajak Abraham mengadakan perjanjian dengan membakar korban. Itu merupakan tanda perjanjian Tuhan. Maka waktu Yesus mengatakan “..ini adalah darah perjanjian baru…” berarti perjanjian ini sekarang berlaku kepada umat yang baru, bukan lagi berdasarkan garis keturunan Yahudi. Kita menjadi Israel sejati bukan karena kita keturunan bangsa Yahudi tetapi karena kita memiliki iman yang sama dengan Abraham, yaitu percaya kepada perjanjian Tuhan. Namun dengan mengeluarkan kata perjanjian ini sdr dan saya harus ingat baik-baik, yang berinisiatif mengadakan perjanjian dan menggenapkan semua janji itu adalah Allah sendiri. Maka pada waktu sdr menerima perjamuan kudus, ingatkan baik-baik bukan saja sdr menjadi umat Tuhan tetapi Tuhan meneguhkan hubungan relasi kita dengan Dia itu hanya bisa beres melalui perjamuan kudus karena Dia sendiri mengatakan ini adalah perjanjian. Kita hanya menerimanya dengan hati bersyukur. Maka dengan konsep perjamuan kudus sdr bisa melihat kita ditebus, kita diselamatkan, kita menerima segala kemuliaan dari Tuhan itu, tidak ada jasa apapun, semata-mata itu karena Allah berjanji dan Allah menggenapkannya. Itu sebab di dalam Yoh.6 Tuhan Yesus kalau engkau tidak makan tubuh dan darahKu, engkau tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga. No other ways. Karena Dia yang menetapkan, Dia yang memberikan perjanjian itu.
Pada waktu sdr menerima perjamuan kudus, bukan soal sdr layak atau tidak layak, tetapi soal Allah yang berjanji. Maka sekalipun kita dtang dengan bergelimang dosa, berada di dalam keadaan yang paling lemah sekalipun, kita tetap dilayakkan untuk mengikuti perjamuan ini. Banyak orang salah mengerti, karena merasa tidak layak, akhirnya tidak terima perjamuan kudus. Pada waktu kita memasuki perjamuan kudus, bukan karena kita layak tetapi karena Dia yang berjanji. Ini penting sekali. Siapa di antara kita yang berani bilang kita layak dan siap? Justru pada waktu kita berada di dalam kondisi rohani yang paling lemah, merasa diri tidak layak, dsb, justru itu saatnya kita perlu datang menghampiri meja perjamuan sebab bukan kita yang setia memegang janji tetapi Dia yang setia menggenapkan janji. Dengan mengerti konsep ini saya mengajak sdr memasuki perjamuan kudus dengan hati dan sikap seperti itu. Kita merasa tidak kuat, tidak layak dan mungkin bisa mengecewakan Tuhan sebagai orang Kristen, tetapi Tuhan bilang yang menjaga dan memelihara kesetiaan janji itu bukan engkau tetapi Aku. Aku yang sudah berjanji, Aku akan menggenapkan janji itu. Mari kita menerima perjamuan kudus dengan sikap seperti itu.(kz)