Minggu, 12 Agustus 2012

Danau Toba


Pemandangan Danau Toba.
Pemandangan Danau Toba.
Danau Toba dengan Pulau Samosir di bagian tengahnya.
Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Danau ini merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir.
Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit Lawang, Berastagi dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Untuk informasi lebih lengkap tentang Danau Toba silahkan lihat disini.

Daftar isi

Sejarah

Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³ batuan ignimbrit dan 2.000 km³ abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari Cina sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya mencapai 10 km di atas permukaan laut.
Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkannya.
Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Tim peneliti multidisiplin internasional, yang dipimpin oleh Dr. Michael Petraglia, mengungkapkan dalam suatu konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa telah ditemukan situs arkeologi baru yang cukup spektakuler oleh para ahli geologi di selatan dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup, sebelum dan sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba pada 74.000 tahun yang lalu, dan bukti tentang adanya kehidupan di bawah timbunan abu Gunung Toba. Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.
Selama tujuh tahun, para ahli dari Oxford University tersebut meneliti projek ekosistem di India, untuk mencari bukti adanya kehidupan dan peralatan hidup yang mereka tinggalkan di padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare ini ternyata hanya sabana (padang rumput). Sementara tulang belulang hewan berserakan. Tim menyimpulkan, daerah yang cukup luas ini ternyata ditutupi debu dari letusan gunung berapi purba.
Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia. Berasal dari sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100 titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil, dari sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli, betapa dahsyatnya letusan super gunung berapi Toba kala itu.
Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³ batuan ignimbrit dan 2.000 km³ abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari Cina sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya mencapai 10 km di atas permukaan laut.
Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkannya.
Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Tim peneliti multidisiplin internasional, yang dipimpin oleh Dr. Michael Petraglia, mengungkapkan dalam suatu konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa telah ditemukan situs arkeologi baru yang cukup spektakuler oleh para ahli geologi di selatan dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup, sebelum dan sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba pada 74.000 tahun yang lalu, dan bukti tentang adanya kehidupan di bawah timbunan abu Gunung Toba. Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.
Selama tujuh tahun, para ahli dari oxford University tersebut meneliti projek ekosistem di India, untuk mencari bukti adanya kehidupan dan peralatan hidup yang mereka tinggalkan di padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare ini ternyata hanya sabana (padang rumput). Sementara tulang belulang hewan berserakan. Tim menyimpulkan, daerah yang cukup luas ini ternyata ditutupi debu dari letusan gunung berapi purba.
Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia. Berasal dari sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100 titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil, dari sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli, betapa dahsyatnya letusan super gunung berapi Toba kala itu.

Kamis, 02 Agustus 2012

TOBA, TEORI BENCANA DAN PANORAMA LUAR BIASA

Panorama Danau Toba di sekitar Tuktuk (Foto: Annette Horschmann)
Oleh: Mario Zebedia
Mereka yang pernah menikmati keelokan Danau Toba mungkin tidak dapat membayangkan kengerian yang ditimbulkan dalam proses ”penciptaannya”.
Begitu melintas di kelokan jalan mendekati Parapat, kota wisata di pinggir Danau Toba, birunya hamparan air dan panorama dinding batu perbukitan Pulau Samosir yang menjadi latar langsung memesona.
Keindahan panorama Danau Toba tidak terjadi begitu saja. Danau vulkanik terbesar di dunia itu terbentuk dari rangkaian proses geologis dan vulkanis mahadahsyat. Setidaknya ada tiga letusan gunung api besar mengiringi terbentuknya Danau Toba. Letusan terakhir terjadi 74.000 tahun silam.
Majalah Science mencatat, letusan termuda Gunung Toba merupakan peristiwa vulkanis paling besar di bumi dalam dua juta tahun terakhir. Letusannya memuntahkan 2.800 kilometer kubik magma, yang 800 kilometer kubik di antaranya terbang ke atmosfer, menyelimuti lapisan Bumi sepanjang Laut China Selatan hingga Laut Arab.
Adalah antropolog University of Illinois di Urbana-Champaign, Stanley Ambrose, yang pada tahun 1998 memperkenalkan Teori Bencana Toba. Berdasarkan teori ini, letusan Gunung Toba mengubah iklim global. Akibatnya, populasi manusia berkurang drastis. Garis evolusi yang menghubungkan spesies manusia modern dengan primata lain terputus. Teori ini memang diperdebatkan, tetapi cukup menggambarkan kedahsyatan letusan.
Kaldera yang terbentuk dari tiga kali letusan menjadi Danau Toba. Letusan terakhir menyempurnakan pembentukan Danau Toba dan Pulau Samosir, setelah letusan pertama 800.000 tahun silam hanya membentuk kaldera di sekitar Parapat hingga Porsea dan letusan kedua sekitar 500.000 tahun lampau membentuk kaldera di daerah Haranggaol dan Silalahi.
Sekarang, bekas peristiwa vulkanik luar biasa ini hanyalah keindahan alam. Kaldera besar menjadi danau dengan panjang mencapai 100 kilometer dan lebar 30 kilometer. Bukit-bukit batu terjal yang mengelilingi danau terlihat eksotis. Kecuramannya menghunjam langsung ke pinggiran danau. Pulau Samosir mirip dinding batu raksasa membentengi air danau.
Panoraman Pulau Samosir di sekitar desa Hatoguan dengan latar belakang Danau Toba dan gunung Pusuk Buhit (Foto: Jonter Sitohang)
Panorama Pulau Samosir sekitar Desa Hatoguan dengan latar belakang Danau Toba dan gunung Pusuk Buhit (Foto: Jonter Sitohang)
Saking luar biasanya panorama ini, Pangeran Bernard dari Belanda mengizinkan namanya dipakai ”menjual” Danau Toba. ”Juallah nama saya untuk danau ini. Saya tak dapat melukiskan betapa indahnya Danau Toba,” puji sang pangeran saat berkunjung ke Toba tahun 1996.
Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, Danau Toba adalah salah satu tujuan wisata utama. ”Penerbangan langsung Eropa-Medan sempat ada sebelum krisis. Garuda dan KLM dari Eropa transit di Medan sebelum lanjut ke Denpasar,” ujar pemilik salah satu hotel di Parapat, Hendry Hutabarat.
Turis-turis Eropa seolah tak puas hanya menikmati Lake Como di Italia. Turis berkebangsaan Belanda, Nellie Tyssen, mengatakan, ”Di sini saya tak perlu khawatir kedinginan ketika di Eropa justru sedang musim dingin. Saya tak bosan tiap tahun datang ke sini.”
Hampir semua wilayah sekeliling danau punya panorama alam yang jadi tujuan wisata. Semua terbagi dalam tujuh kabupaten, yakni Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, dan Samosir. Umumnya wisatawan menikmati keelokan Danau Toba dari Parapat di Simalungun dan Tuktuk Siadong di Pulau Samosir.
Dari dataran tinggi Karo di sebelah utara, keelokan danau terlihat memanjang dipandang dari Sikodonkodon. Namun, hanya ada satu resor di sini. Di sisi barat, pemandangan danau dan Pulau Samosir dapat dengan sempurna disaksikan dari Tele. Ada gardu pandang di ketinggian sekitar 1.000 meter dari permukaan laut.
Di Parapat, sedikitnya ada 900 kamar hotel berbagai jenis, mulai dari bintang empat hingga homestay, di Tuktuk juga tak berbeda. Baik di Parapat maupun Tuktuk, wisatawan dapat langsung menikmati danau dari pinggirannya. Tarif hotel di Tuktuk dan Parapat bervariasi, sesuai tipikal turis yang datang. Mulai dari Rp 30.000 hingga Rp 500.000 per malam tergantung tipe hotel.
”Kami menawarkan harga berkisar Rp 30.000 hingga Rp 70.000 per malam untuk kamar yang bersih, air panas, dan suasana yang hommy bagi turis backpacker. Mereka sangat menyukai suasana rumahan yang kami tawarkan,” kata Bulan Sitepu, pengelola Liberta Homestay di Tuktuk.
Hantaman krisis ekonomi tahun 1997 membuat pariwisata di Danau Toba meredup. Tak ada lagi penerbangan langsung dari Eropa ke Medan. Jumlah turis asing menyusut drastis. Sejak krisis, Tuktuk seperti kota mati.
Perlahan, seiring membaiknya perekonomian dalam negeri, turis domestik menjadi penopang pariwisata Danau Toba. Turis dari negara tetangga, Malaysia dan Singapura, pun makin banyak yang datang karena relatif lebih dekat.
Perjalanan darat ke Parapat memakan waktu empat sampai lima jam dari Medan. Tersedia bus atau travel yang langsung menuju Parapat. Rutenya melewati Lubuk Pakam, Tebing Tinggi, dan belok ke arah Pematang Siantar. Sepanjang perjalanan, kita disuguhi panorama perkebunan kelapa sawit dan karet.
Apabila menggunakan kereta api, dari Medan pilih rute menuju Pematang Siantar. Dari sini perjalanan dilanjutkan menggunakan bus ke Parapat. Waktu tempuhnya satu jam. Saat turis asing masih ramai berkunjung ke Danau Toba, dari Pematang Siantar mereka naik becak bermesin sepeda motor BSA, kendaraan sisa Perang Dunia II yang kini dijadikan becak mesin.
Kita mulai menikmati suasana budaya Batak begitu sampai Pematang Siantar. Warganya berbicara dalam bahasa Batak Toba atau Batak Simalungun. Etnis Batak secara kultural menjadikan Danau Toba sebagai ”rumah” dan pusat mitologi. Orang Batak percaya, situs Batu Hobon di Pulau Samosir dan Pusuk Buhit, bukit batu tertinggi di pulau ini, menjadi tempat nenek moyang mereka turun ke bumi.
Tak hanya keindahan panorama alam yang menjadi sumber penghidupan penduduk dari sektor wisata. Air danau juga cocok untuk budidaya ikan nila. Ribuan keramba jaring apung tempat budidaya ikan nila menghidupi ribuan keluarga. Perusahaan asal Swiss memiliki 1.780 keramba ikan nila kualitas ekspor. Produksi ikan nila dari Danau Toba mencapai 50.000 ton setiap tahun. Separuh di antaranya diekspor dengan nilai hampir Rp 500 miliar.
Ternyata, bencana yang hampir memusnahkan ras manusia di bumi ini sekarang menjadi sumber penghidupan manusia.