Selasa, 06 Desember 2011

Danau Toba Bukan Tempat Sampah

Susah merubah prilaku penduduk.  Danau air tawar yang berada di pegunungan Bukit Barisan ini kian hari kian mirip Tong Sampah. Masalah ini kian lama kian serius karena populasi di sekitar danau besar ini juga makin bertambah terus.  Dulu mungkin keadaannya berbeda.  Penduduk yang masih sedikit.  Sampah mereka masih bisa diuraikan alam.  Sekarang kondisinya berbeda.  Alam kian muak dengan prilaku penduduk sekitar yang tak mau bersih bersih.  Mana ada daerah tujuan wisata yang jorok.  Belum lagi selesai masalah populasi dan limbahnya ini, sekitar 2 dekade terakhir Danau Toba dihadapkan dengan polusi dari industri.

29 Juli 2009, Save Lake Toba Community (SLTC) mengadakan kampanye untuk kebersihan Danau Toba.  Mereka menyebarkan spanduk yang bertuliskan ”Danau Toba bukan tempat sampah! Buanglah sampah pada tempatnya” dan “Clean up the lake, Green up the land!” Selain memasang spanduk, SLTC juga membagikan T-Shirt SLTC “I love Loke Toba” dan “Clean up the LAKE, green up the LAND” kepada para crew Kapal.
Paling tidak ada usaha.  Entah kapan pemerintah daerah mau serius menangani objek wisata yang sangat potensial ini.
Danau Toba adalah danau vulkanik, yang diperkirakan terjadi akibat letusan maha dasyat yang dikenal dengan istilah super vulcano Gunung Toba purba. Dengan lebar sekitar 100 km dan lebar 30 km, kedalaman kira kira 505 m. Diperkirakan letusan Gunung Toba purba terjadi sekitar 66.000 - 77.000 tahun yang lalu.  Letusan itu kemudian membentuk kaldera dengan sisa letusan menjadi Pulau Samosir.  Saya tidak tahu, dimana lagi bisa ditemukan pulau cukup besar di sebuah danau sangat besar yang airnya tawar. Kalau anda melihat photo diatas, keindahannya sedikit tercabik dengan gundulnya bukit mungil di latar belakang hotel hotel itu.
Seandainya Danau Toba terletak di Jawa yang relatif dekat dengan pusat kekuasaan mungkin kondisinya berbeda.  Danau ini hampir tidak tersentuh tangan tangan progesif pemerintah untuk membenahinya.  Maklumlah, Sumatera Utara sekarang, gubernurnya pun sedang dibelit kasus korupsi.
Ah, lupakan hal hal itu.  Saya masih melihat bule bule berkeliaran di sekitar Danau Toba.  Paling banyak memang di pulau Samosir.  Kebanyakan bule bule ini adalah backpacker.  Type petualang yang menikmati pesona alam perawan yang masih sangat banyak di sekitar Danau Toba.  Bagi penikmat wisata siap santap yang biasa ke Bali, danau Toba praktis saya kira kurang menarik.  Namun bagi backpacker, ini adalah jamrud katulistiwa yang sebenarnya.

Wisata dengan tidak mengandalkan kemewahan, melainkan melancong sendiri di tengah tengah masyarakat petani pegunungan.  Kepuasannya bukan di kuliner atau fasilitas fasilitas hotel serba wah.  Kepuasannya adalah di penjelajahan.  Melihat ibu ibu Batak menumbuk padi, atau mandi mandi di sekitar danau air tawar yang airnya …. brrrrr dingin.  Sebaiknya kalau mau mandi, jangan di Parapat, tapi carilah pantai di dekat Samosir.  Karena di sekitar Samosir, air danau relatif lebih bersih.
Kalau ingin melihat atraksi anak seribu pulau… lemparkan koin seribu ke danau, anak-anak seribu pulau itu akan menyelam mencarinya sampai dapat.

Alam yang masih liar menjadi daya tarik bagi sebagian orang.  Mungkin tidak bagi yang lain.  Bunga bunga terompet ungu yang mekar membentuk semak mungkin kelihatan murahan.  Namun ini alami, gadis perawan yang belum mahir bersolek.  Gincu itu apa pun belum tahu.  Seperti itulah danau Toba.  Potensi yang diabaikan.
Satu hal yang cukup menyebalkan.  Pedagang pedagang asongan di seputar dermaga.  Yang jualan kacang rebus, jagung rebus atau Mie Gomak, ini mie kuning yang diletakkan di baskom, yang sewaktu menyajikannya main comot aja pakai tangan.  Comot pakai tangan itu arti dari ‘gomak’.  Kadang kadang kelakuan mereka ini bikin kening berkerut.  Kalau mereka menawarkan diri dengan semangat 45, dan anda tidak maksud membeli, jangan tanya tanya.  Anda bisa kena maki.  ”Makan duit kau itu!

Ada lagi yang jualan telur rebus, telur bebek atau ayam.  Ceritanya begini.  Ini di pom bensin di Parapat.
Tolur ito… Tolur ito…” Ito ini artinya ’saudara ganteng…’  kalau Lae artinya ’saudara ganteng juga rupanya… wakakakakakakakaka jadi si Ibu menawarkan telur rebus nya dengan gombal saudara ganteng.
Jadi, saya iseng tanya….
Babulu inang?…” Nah ini artinya, ‘berbulu kah bu?’
Langsung kena maki
BABA MI!” maksudnya mulutmu…..
Dan, saya langsung permisi ke toilet. Eh…. keluar dari toilet si Ibu sudah menunggu.  Jadi, harus beli. Nanti sambil milih milih telur yang tidak berbulu itu, akan ada tanya tanya….
Yang paling sering ditanya, ‘orang mana..?’ semakin jauh dari danau Toba anda jawab, harga telurnya kena pajak lebih tinggi. Sampai nanti kalau ternyata satu marga sama ibu penjual telur itu.
Nah, kalau satu marga pun lebih susah lagi.  ”Tolonglah Ito, masa cuman beli 2 butir…….Ito ku nya kamu” Tolonglah saudara gantengku, masa cuman beli 2 butir telur tanpa bulunya, padahal kamu saudara gantengku…. kira kira begitu artinya.
Tapi itu pengalaman mengasikkan aku rasa….. sangat manusiawi.  Gak pakai basa basi, senyum sana senyum sini.

Gambar diatas adalah terminal kapal kayu di Ajibata.  Dari sini anda bisa memilih kapal kayu yang akan bergerak ke Pulau Samosir.  Umunya ke Tuk Tuk atau Tomok.  Nanti kapalnya akan melaju sambil singgah singgah jemput penumpang di hotel hotel.  Hampir semua hotel yang menghadap danau ada dermaganya.  Jadi kalau anda dari hotel, tunggu saja. Sampai jam 6 - 7 sore operasi berakhir.
Kalau naik mobil dari Parapat juga bisa naik kapal fery KMP Tao Toba.  Satu satunya kapal fery yang ngangkut mobil di danau ini.

Kalau gambar di atas adalah keluarga yang main main perahu dayung pakai kaki.  Ini biasanya disewakan di sekitar hotel di Parapat.  Saya tidak tahu berapa ongkosnya.  Gak doyan dayung.

Memang dibutuhkan kejelihan memelihara Toba yang sangat potensial ini.  Karena selain daerah tujuan wisata, danau ini juga tempat bergantung banyak keluarga yang nelayan.  Namun, melihat yang seperti ini saya justru suka.  Makanya kamera Canon saya gak bisa diam melihat objek objek alami yang bertebaran di mana mana.

Lihat latar belakang foto di atas.  Inilah gambaran suramnya danau Toba.  Lihat betapa kotornya air danau itu.  Sampah dimana mana.  Anak sekolah yang baru pulang, nunggu kapal kayu jalan, malah asik merokok.  Dinamika kehidupan tak ada habisnya. Karunia alam teramat indah yang sayangnya sudah sekian lama ditelantarkan.  Saya khawatir sebentar lagi Danau Toba diklaim sebagai milik Malaysia.  karena saat ini yang saya dengar dari teman teman di Parapat, banyak tanah di sekitar Danau yang sudah dibeli warga negara Malaysia.
Sementara orang Batak yang sukses di perantauan masih kurang untuk investasi membangun kampung halamannya. Entah kapan bisa melihat Danau Toba lagi.  Danau indah yang udaranya sejuk.  Mungkin kelak kalau saya ke sana lagi, gerakan ‘Danau Toba Bukan Tempat Sampah’ sudah berhasil dijalankan.