Danau Toba, Bidadari yang Sedang Tidur
Begitu kaki menginjakkan kaki di Parapat, banyak yang bisa dilakukan pelancong untuk menikmati danau dan alam sekelilingnya. Mau berenang, naik perahu, berkeliling danau, atau sekadar memandangi air. Semua menyenangkan. Pelancong juga bisa menuju ke Pulau Samosir. Dari Parapat, tersedia angkutan feri yang berangkat tiap jam ke Desa Tomok. Tomok merupakan desa utama di pantai timur Samosir. Desa ini merupakan salah satu tujuan turis. Di Tomok antara lain terdapat sejumlah rumah tradisional tua dan komplek makam Raja Sidabutar. Jika ingin mengitari danau juga bisa menyewa perahu motor. Penginapan dari yang sederhana sampai hotel berbintang banyak tersedia. Untuk makan pun tak perlu repot. Rumah makan, restauran, dan kafe bertebaran. Mau souvenir buat oleh-oleh? Pelancong dengan gampang mendapatkannya di Parapat atau juga di Pulau Samosir. Danau Toba bisa dicapai dari Kota Medan dengan kendaraan pribadi, mobil sewaan atau angkutan umum. Dari Medan bisa lewat Parapat baik melalui Tebing Tinggi dan Pematang Siantar. Bisa juga melalui rute desa Pematang Purba-Karo sampai Brastagi. Pemandangan di sepanjang perjalanan tak kalah menariknya. Terpuruk Sudah lama Danau Toba menjadi andalan pariwisata Sumatera Utara. Danau ini, selain menarik wisatawan nusantara juga terkenal sampai ke mancanegara. ''Potensi Danau Toba ini sebenarnya luar biasa. Tapi pariwisata di sini terpuruk sejak krisis tahun 1997,'' keluh Camat Girsang Sipanganbolon, Jonni Saragih. Sebagai ilustrasi, Saragih mengatakan, pada tahun 1996 tingkat hunian hotel di Parapat mencapai 80 sampai 90 persen. Kini merosot menjadi hanya 25 hingga 30 persen saja. Kalau dulu banyak wisatawan mancanegara, kini jumlahnya bisa dihitung dengan jari. ''Terus terang kami hampir putus asa menghadapi keadaan ini,'' akunya. Terpuruknya wisata Toba, selain oleh krisis juga diperparah oleh kabut asap, jatuhnya Garuda di Sibolangit, Bom Bali, sampat tsunami di Aceh. ''Terakhir tersebar isu bahwa akan terjadi letusan besar di Danau Toba. Ini membuat orang takut untuk datang ke sini,'' kata Saragih masih dengan mimik sedih. Jadilah kini Danau Toba yang mempesona merana. Ditinggal pengagumnya. Ia ibarat bidadari yang sedang tidur. Kecantikannya tertutup, walaupun belum pudar. Hardyanto Hasono, pelaku pariwisata yang juga pengurus ASITA Jakarta mengatakan Danau Toba kini memang tak bisa mengharapkan banyak dari turis asing. Hal itu katanya karena paket wisata Danau Toba kini tak lagi di jual di Eropa. ''Menurut saya sekarang sudah saatnya pelaku pariwisata di Sumatera Utara memikirkan pasar lainnya. Misalnya Malaysia dan Cina. Jadi jangan lagi berharap kita menjual ke Eropa,'' katanya. Selain pasar Malaysia, Hardyanto juga menyarankan agar potensi wisatawan lokal saja yang terus dikembangkan. ''Menurut saya wisatawan lokal ini pasarnya besar, tapi memang harus kerja keras,'' katanya. Saragih mengatakan, sebenarnya potensi wisata di Danau Toba bisa lebih dikembangkan. Itu antara lain bisa dilakukan melalui koordinasi tujuh kabupaten yang berada di sekitar Danau Toba. ''Harusnya koordinasi di tingkat provinsi lebih ditingkatkan,'' usulnya. Selain wisata alam, Toba katanya memiliki daya tarik lain. Yakni Pulau Samosir dengan budayanya, Tapanuli Utara dengan wisata rohaninya, dan Toba sendiri menjadi wisata sejarah. Yang dimaksud wisata sejarah menurut Saragih, Presiden Megawati pernah mencanangkan pembangunan Monumen Bung Karno pada tahun 2004. Namun hingga kini tak ada realisasinya. ''Kini kami menagih janji itu pada presiden sekarang, karena ini kan komitmen pemerintah,'' tegas Saragih. Dari atas bukit, saat matahari hampir tenggelam, pantulan cahaya merah membias di danau yang luas. Sungguh pemandangan yang mempesona. Sayang kini tak banyak yang mau menikmatinya. |
0 komentar:
Posting Komentar